CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Wednesday, 30 December 2009

Bongkar!

Oleh : Naniel C. Yakin
Foto : Dok. Pribadi

Kelahiran Swami sendiri berawal dari kegundahan Iwan Fals yang sedang meng-alami musibah, karena rencana promo tur album rekaman terbarunya Mata Dewa ke 100 kota di Indonesia, sekitar tahun 1988, tiba-tiba izinnya dibatalkan oleh yang berwajib tanpa alasan yang jelas. Pada masa pemerintah Orde Baru saat itu, kegiatan yang mendatangkan massa merupakan ke-giatan yang patut diwaspadai. Apa lagi bila kegiatan itu terkesan bernuansa mengkritisi kebijakan pemerintah, termasuk kegiatan atau konser musik yang berani bersuara atau bernada kritik.

Ketika radiogram pelarangan dari Mabes Polri untuk memberitahukan pembatalan izin konser promo tour itu diterima AIRO sebagai EO, rombongan artis dan kru sudah berada di Palembang, sehari sebelum konser di kota tersebut berlangsung. Saat itu, saya ikut dalam rombongan dengan status sebagai wartawan dari sebuah koran sore ibukota (Suara Pembaruan), yang diundang untuk meliput oleh pimpinan Sofyan Ali, direktur AIRO yang menangani konser promo tersebut.

Kesedihan dan kekecewaan menyelimuti kita semua. Tapi apa boleh buat. Keputus-an tidak bisa diubah. Ada bisik-bisik bahwa kejadian ini berkait dengan peristiwa konser Iwan sebelumnya di Parkir Timur, Senayan, Jakarta, yang dianggap rusuh. Tapi ada juga gosip bahwa Iwan terlalu berani menyuarakan kritik saat di atas panggung. Tapi yang jelas pentas Iwan tidak mendapatkan izin saat itu.


Rombongan artis lainnya seperti Grass Rock dan Nicky Astria esok harinya kembali ke Jakarta. Tapi Iwan bersikeras untuk tetap berjalan sesuai jadwal ke kota-kota yang sudah dijadwal bakal dilewati konser promo ini. “Aku harus memberi penjelas-an pada publik di kota-kota itu, bahwa pembatalan ini bukan dari aku,” tegas Iwan yang berusaha tetap tegar.

Akhirnya Iwan, beberapa panitia, promotor dan beberapa wartawan, tetap tinggal untuk menyusun perjalanan selanjutnya. Saya bersama beberapa rekan wartawan musik ibu kota saat itu, antara lain Remy Soetansyah, Hans Miller Banureah, Toro dan satu lagi rekan dari koran Palembang, Sriwijaya Pos, termasuk yang diminta tinggal untuk menemani Iwan ke kota-kota tempat konser yang batal.


Selama perjalanan itulah saya banyak berkomunikasi dengan Iwan. Bahkan di saat-saat senggang saya sering terlibat diskusi, kadang sama-sama menulis lirik yang terus kami coba nyanyikan bersama. Sayang beberapa lirik yang berhasil kami jadikan lagu sampai saat ini tidak sempat kami rekam. Sekitar dua minggu kami berjalan sebelum kemudian kembali ke Jakarta.

Kembali ke Jakarta, Iwan semakin gelisah. Bahkan terbersit niatnya untuk tidak bermain musik lagi. “Mending aku jadi penulis di media saja dari pada main musik tapi tidak boleh tampil seperti sekarang,” cetusnya kesal. Kami makin sering bertemu dan mengobrol. Saya jadi sering main ke tempat tinggal Iwan di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Dari hasil mengobrol, diskusi dan debat warung kopi di rumah Iwan itulah lahir beberapa lagu seperti “Condet” dan “Kebaya Merah” yang kemudian direkam di Swami II, dan “Bento”. Entah karena tidak punya beban, dan motivasi membuat lagu-lagu itu semata-mata karena keinginan berekspresi dari beban batin yang kami rasakan saat itu, lagu-lagu tersebut lahir begitu saja dengan cair tanpa hambatan.


Dalam kegalauan tersebut, sebenarnya Iwan punya sebuah pekerjaan yang sa-ngat penting yang harus ia selesaikan, yaitu rekaman album Kantata Takwa bersama WS Rendra (almarhum), Setiawan Djodi, Sawung Jabo dan Yockie Suryoprayogo. Di sela-sela jadwal latihan mereka, saya sering diajak Iwan main ke rumah Sawung Jabo di bilangan Pasar Minggu.

Sebelumnya, saya cukup sering bertemu Jabo. Bahkan ketika pertama kali saya ke Jakarta tahun ‘80-an, saya tinggal di rumah Jabo dan juga ikut bermain di grupnya, Sirkus Barock. Di rumah Jabo ini kami kembali mengobrol dan menelurkan beberapa lagu antara lain, “Oh Ya”, “Perjalanan Waktu”, “Badut” dan lain-lain.

Kami semakin tenggelam dalam perenungan-perenungan, mencermati keadaan sampai berusaha menyikapinya lewat kata-kata dan notasi. Kalau tidak di Condet, rumah Iwan atau Pasar Minggu, rumah Jabo. Kami bertemu di rumah saya di kawasan Perumnas Klender. Tidak jarang, tiba-tiba larut malam menjelang pagi mereka berdua datang mengetuk-ngetuk pintu rumah saya. Kami begadang, ngopi, mengobrol dan jadilah beberapa lagu seperti “Eseks-eseks Udug-udug”, “Cinta”, “Potret” dan lainnya. Mereka memang sengaja datang malam, karena pernah mereka datang sore hari, akibatnya rumah saya diserbu warga yang ingin ketemu Iwan Fals.

Rupanya kolaborasi ini memberi sema-ngat bagi Iwan. Dia mengusulkan untuk melatih lagu-lagu ini dalam sebuah kelompok musik. Jabo mengusulkan nama Tatas sebagai pemain keyboard dan Iwan sendiri menyorongkan nama Jerry, sebagai pemain gitar. Sedangkan untuk penggebuk drum dan pencabik bas, kami setuju merekrut Innisisri dan Nanoe. Kami akhirnya latih-an dengan formasi Iwan Fals (gitar, vokal), Sawung Jabo (gitar, vokal), Naniel (flute, vokal, perkusi), Innisisri (drum, vokal), Nanoe (bas, vokal), Tatas (keyboard) dan Jerry (gitar). Jabo mengusulkan nama Swami bagi kelompok ini. Kami setuju, “Oke, mulai saat ini grup ini kita namakan Swami!”.

Kami pentas pertama di kawasan Bintaro dalam acara ulang tahun sebuah ke-lompok pemanjat tebing. Saya ingat, kami masing-masing mendapat honor Rp 200 ribu. Kami berusaha mencari produser yang mau merekam lagu-lagu yang sudah kami latih ini, tapi ternyata susah. Hampir semua produser yang kami datangi selalu menjawab, “Bagaimana caranya kami menjual lagu-lagu macam ini. Bikin saja yang biasa,” kilah mereka umumnya. Lagu-lagu ini mereka rasakan terlalu keras, terutama liriknya. Pasti akan bermasalah bagi mereka kalau diedarkan.

Untung kedekatan Iwan dengan Setiawan Djodi di Kantata Takwa ternyata membawa berkah. Djodi bersedia membia-yai rekaman Swami. Kami pun kemudian rekaman di GIN Studio yang terletak di daerah Roxy. Tidak ada kesulitan, semua lancar sampai ketika Iwan menyodorkan lagu “Bongkar” yang nantinya disempurnakan oleh Jabo. Ada masalah pada lirik lagu ini yang mengundang kontroversi di antara kami. Dalam lirik lagu itu menyinggung nama-nama tempat yang merupakan kasus militer dan tabu diucapkan saat itu. Nama-nama itu seperti: Way Jepara, Kedung Ombo, Kaca Piring yang merupakan tempat kejahatan HAM berat. Kami khawatir kalau tetap tidak diubah akan jadi masalah bagi album ini.

“Ya, tapi kreativitas dan ekspresi kan nggak- boleh diatur-atur? Kita kan bukan kambing yang hanya menurut dibawa ke kanan, menurut dibawa ke kiri,” kata Iwan bersikeras.

“Ya, tapi kita juga harus berstrategi, Wan. Bukan masalah takut dan berani. Kalau nggak- boleh edar, buat apa kita mengerjakan rekaman ini? Kita kan bisa menyiasati dengan cara lain?” saya coba nimbrung, berusaha mencairkan suasana.

Akhirnya disepakati Jabo akan merevisi dan menyusun ulang sebagian lirik dari lagu “Bongkar” ini. Beberapa kali ditawarkan, akhirnya disepakati lirik seperti yang kita kenal sekarang dalam lagu “Bongkar” karya Iwan Fals dan Sawung Jabo. Lirik lagu ini memang agak berubah di penyajian, tapi visinya tetap. Liriknya lebih puitis tidak frontal seperti awalnya. Rekaman dan mixing-nya kami selesaikan sekitar satu bulan kerja di studio. Sayang begitu selesai rekam-an, karena alasan bersifat pribadi, Tatas dan Jerry mengundurkan diri. Maka dalam konser promo di Jogya, Salatiga, Semarang dan Surabaya, posisi keyboard dan gitar digantikan oleh Yockie Suryoprayogo dan Toto Tewel.

Komposisi pemain ini bertahan terus sampai rekaman Swami II dan konser Sumatra di kota-kota, Bandar Lampung, Padang dan Medan. Setelah konser di kota-kota tersebut, Swami tidak lagi mendapatkan izin untuk pentas dari pihak aparat keaman-an masa Orde Baru saat itu. Rekam-an kedua melahirkan beberapa hit macam “Kuda Lumping”, ”HIO” dan lain-lain.

Dari kesepakatan awal, Swami memang bukan kelompok musik yang dikonsumsikan bagi industri musik, tetap lebih pada kerja kreatif dari sebuah komunitas yang ber-usaha menyuarakan aspirasinya lewat bahasa musik. Swami sebagai sosok memang tidak bisa tampil karena tidak mendapatkan izin dari pihak berwenang saat itu. Tetapi suara yang sudah terlanjur berkumandang lewat serangkaian lagu-lagu yang mereka hasilkan sudah terlanjur didengar dan disukai oleh publik. Bahkan pecinta musik saat ini yang ketika lagu-lagu macam “Bento”, “Bongkar”, “Eseks-eseks Udug-udug” pertama kali diperdengarkan masih orok, sekarang ternyata banyak yang ikut mengapresiasi, menyukai, bahkan hapal -liriknya.

Atas persetujuan bersama, akhirnya disepakati oleh semua personel, tahun 1992 Swami dibubarkan. Itulah kelompok musik Swami dalam pandangan saya. Walau sudah tidak ada lagi, bahkan ada kesan kehadirannya tidak terlalu dicatat oleh industri musik, tapi grup ini tetap hidup lewat lagu-lagu yang mereka hasilkan. Selama masih ada pecinta musik yang menginginkan kejujuran ekspresi, maka saya rasa lagu-lagu Swami akan tetap hidup sebagai referensi, betapa kekuatan musik sebagai media -perlawanan!

sumber dari : Rolling Stones

Sunday, 20 December 2009

Manajer Arsenal Arsene Wenger menegaskan timnya beruntung berhasil mengalahkan Hull City dengan skor telak 3-0.Gol Denilson hampir saja disamakan oleh penalti dari Geovanni, yang diselamatkan kiper Manuel Almunia, sebelum Eduardo dan Abou Diaby akhirnya melengkapi kemenangan the Gunners.Tentang jalannya pertandingan, Wenger mengatakan kepada ESPN, "Saya tahu hari ini akan jadi partai sulit, karena kami telah menjalani dua partai adu fisik lawan Liverpool dan Burnley, dan bagi saya, hal terpenting adalah kemenangan."
"Kami sedikit beruntung karena Almunia menyelamatkan penalti itu, tetapi setelah itu saya berpikir kami layak menang. Saya hanya memperingatkan mereka jangan terlalu gugup, karena hal tersulit adalah unggul 1-0. Saya mengatakan mereka harus terus bermain, terus menekan mereka untuk menciptakan peluang, dan kami mengambil alih permainan secara perlahan dan mencetak dua gol tambahan," jelas Wenger.
Tentang pemecatan manajer City Mark Hughes, Wenger mengaku, "Saya merasa sangat sedih, setiap kali seorang manajer kehilangan pekerjannya, saya sangat sedih, karena saya tahu betapa banyak pekerjaan dan dedikasi di balik itu dan betapa anda menderita saat anda dalam situasi itu." goal.com

Sunday, 13 December 2009

Pertandingan Persahabatan


SDIT Darul Abidin Depok

"Darul Abidin Power Futsal" Sabtu kemarin melaksanakan pertandingan persahabatan melawan tim dari Kedung FC, anak- anak belakang sekolah yang biasa melaksanakan latihan di lapangan "Dahlia", sebelumnya pada sabtu yang lalu tim junior mereka berhasil dikandaskan oleh tim Darbi Power Futsal dengan skor 7-6, kali ini mereka merencanakan tanding kembali melawan SMPIT Darul Abidin, namun karena SMPIT Darul Abidin belum siap, maka tim darbipowerfutsal menjajal terlebih dahulu ketangguhan tim Kedung FC senior ini.

Tim Kedung FC yang notabene bermaterikan pemain- pemain tingkat SMP seperti malu- malu melawan tim SDIT Darul Abidin (DPF) yang bermaterikan siswa kelas empat, lima dan enam walaupun untuk bek dan kiper dipasang Pak. Deni dan Pak Sony untuk mengimbangi permainan, dan pertandingan ini berkesudahan sama kuat 3-3 untuk kedua tim.

SDIT Darul Abidin rencananya pada sabtu mendatang akan kembali melaksanakan pertandingan persahabatan melawan Kedung FC Junior "untuk meningkatkan mental dan pengalaman bermain anak- anak" terang pak. Heri pelatih futsal SDIT Darul Abidin. "juga sebagai sarana penilaian untuk semester ini" lanjutnya.

Foto Bersama Piala

Berdiri dari kiri ke kanan: Awil, Fikri, Khalis, Ari, Ivan, Panji
Jongkok dari kiri ke kanan: Pak. Sony, Rafi, Angga, Ara, Fatih, Pak. Deni
Atas Dari kiri ke kanan: Awil, Fikri, Khalis, Ari, Ivan, Panji
Bawah dari kiri ke kanan: Rafi, Angga, Ara, Fatih


Atas dari kiri ke kanan: Pak. Sony, Rafi, Ara, Angga, Fatih, Pak. Deny
Bawah dari kiri ke kanan: Awil, Fikri, Khalis, Ari, Ivan, Panji

Wednesday, 9 December 2009

Galaxi Juara Futsal Kota Depok

Tim Futsal Galaxi memastikan diri meraih juara I Kompetisi Antar Klub Futsal se- Kota Depok, setelah pada pertandingan terakhir menundukkan BSC dengan skor 7-2, Minggu 6 Desember 2009.darbipowerfutsal, depok

Kemenangan itu mengantarkan tim yang digawangi oleh Deni Setiawan menempati urutan pertama 16 besar divisi Utama futsal PSSI Kota Depok. Juara Kedua ditempati Coconut dan BSC menempati Juara Ketiga.
Tiga gol kemenangan Galaxi pada pertandingan dibuat oleh Tri Heri Handoko sekaligus menjadikannya sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang kompetisi. Ia mencetak 14 gol. Sementara itu Rian dari BSC meraih penghargaan pemain terbaik, secara kontroversial karena ia terlebih dahulu mengantongi kartu merah pada pertandingan sebelumnya.Sebelum pemberian piala dan hadiah pembinaan, Wakil Walikota Depok selaku ketua Pengcab PSSI Kota Depok, Yuyun Wirasaputra mengatakan, diharapkan seluruh pemain dan tim senantiasa dapat menjaga nama baik dan prestasi yang telah diraih.Pertandingan akhir yang di gelar di Lapangan Janger (Lapangan RW 12, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya itu juga disaksikan oleh Camat Sukmajaya serta Pengurus KONI Kota Depok.
Saat ini sudah 30 pemain akan mengikuti seleksi untuk tim pra Porda Depok, 16 tim untuk Divisi Utama, 24 tim untuk Divisi Satu, dan 39 tim untuk divisi Dua Futsal PSSI Kota Depok.
Sang Kiper
Kebanggan tersendiri juga bagi sang kiper Deni Setiawan, setelah pada pertandingan terakhir mampu menggagalkan beberapa peluang tim BSC, dan hanya kebobolan dua gol dari para penyerang tim BSC. Kejuaraan ini juga menjadi salah satu pembuktian bahwa Deni Setiawan yang kini juga melatih tim Darbi Power Futsal (SDIT Darul Abidin) sebagai salah satu kiper terbaik di Kota Depok.

Deni Setiawan yang biasanya bersama dengan Sony dan Eros dalam beberapa turnamen juga sering menjuarai berbagai macam turnamen futsal terbuka di Kota Depok, seperti pada kejuaraan Brumbun Futsal Cup, Djaroost Cup deelel. Dan ketiganya juga bergantian dan bersama- sama memberikan yang terbaik tuk Futsal SDIT Darul Abidin